EKONOMI PEMBANGUNAN
Ketimpangan Pendapatan
dan Tingkat Kemiskinan Petani
Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi 2011
Kelas A Reguler
Cinta R Tarigan
NIM:7131141017
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa Penyusun
panjatkan, karena berkat rahmat serta bimbingan-Nya penulis berhasil
menyelesaikan Mini Riset yang berjudul
" Ketimpangan Pendapatan
dan Tingkat Kemiskinan Petani
Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi ".Adapun Mini Riset ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Ekonomi Pembangunan .
Penulis mengucapkan rasa berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan Mini Riset ini tepat waktu. Penulis yakin Mini Riset ini masih jauh dari nilai kesempurnaan,oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi menjadikan Mini Riset ini bisa lebih baik lagi.
Semoga Mini Riset " Ketimpangan Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi "" memberikan informasi yang berguna bagi masyarakat serta bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Medan, 25 MEI 2015
Penyusun,
Penulis mengucapkan rasa berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan Mini Riset ini tepat waktu. Penulis yakin Mini Riset ini masih jauh dari nilai kesempurnaan,oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi menjadikan Mini Riset ini bisa lebih baik lagi.
Semoga Mini Riset " Ketimpangan Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi "" memberikan informasi yang berguna bagi masyarakat serta bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Medan, 25 MEI 2015
Penyusun,
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR
ISI......................................................................................................................... ii
DAFTAR
GAMBAR DAN TABEL.................................................................................... iv
BAB
I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.1.Latar
Belakang................................................................................................................. 1
1.2.Perumusan
Masalah......................................................................................................... 4
1.3.Tujuan
Penelitian............................................................................................................. 4
1.4.Maksud
Penelitian........................................................................................................... 4
BAB
II LANDASAN TEORITIS........................................................................................ 5
2.1.Pengertian
Distribusi Pendapatan.................................................................................... 5
2.2.Pengukuran
Distribusi Pendapatan.................................................................................. 7
2.3.Pengertian
Kemiskinan.................................................................................................... 13
2.4.Mengukur
Kemiskinan..................................................................................................... 15
2.5.Penyebab
Kemiskinan...................................................................................................... 18
BAB
III METODE PENELITIAN...................................................................................... 19
3.1.Metode
Penentuan Daerah Penelitian.............................................................................. 19
3.2.Metode
Penentuan Sampel.............................................................................................. 20
3.3.Metode
Analisis Data...................................................................................................... 21
BAB
IV PEMBAHASAN.................................................................................................... 24
4.1.Distribusi
Sumber Pendapatan Petani Kopi Arabika....................................................... 24
4.2.Analisis
Pendapatan dari Usaha Tani Kopi Arabika........................................................ 25
4.3..Kontribusi
Pendapatan dari Usaha Tani Kopi Arabika.................................................. 27
Terhadap
Total Pendapatan Kopi Arabika
4.4.Tingkat
Ketimpangan Pendapatan Petani Kopi............................................................... 29
4.5.Tingkat
Kemiskinan dan Jumlah Petani Kopi Arabika Miskin........................................ 33
BAB
V PENUTUP............................................................................................................... 36
A.KESIMPULAN................................................................................................................. 36
B.SARAN............................................................................................................................. 37
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................................... 38
DAFTAR
GAMBAR DAN TABEL
1.Gambar
2.1 Kurva Lorenz.................................................................................................. 7
2.Tabel
2.1 Koefisien Gini..................................................................................................... 10
3.Tabel
2.2 Ketimpanbgan Distribusi Menurut Bank Dunia................................................. 11
4.Tabel
3.1 Garis Kemiskinan Menurut................................................................................. 23
BPS
untuk Daerah Kota dan Desa
5.Tabel
4.1 Distribusi Pendapatan Petani Sampel Desa Tanjung Beringin 2011................... 24
6.Tabel
4.2 Rata-rata Pendapatan Petani Sampel dari Usahatani Kopi Arabika................... 26
Tahun 2011 di Desa Tanjung Beringin.
7.Tabel
4.3 Rata-Rata Keseluruhan Pendapatan Petani Sampel dari.................................... 27
Usahatani Kopi Arabika Selama Tahun 2011 di
Desa Tanjung Beringin
8.Tabel
4.4 Kontribusi Masing-Masing Sumber Pendapatan Petani Sampel......................... 28
Terhadap Total Pendapatan Petani Sampel
Selama Tahun 2011
di Desa Tanjung Beringin
9.Tabel
4.5 Nilai Koefisien Gini (Gini Ratio) Petani Sampel di Desa................................... 29
Tanjung Beringin, Tahun 2011.
10.
Gambar 4.6.Grafik Kurva Lorenz di Desa Tanjung Beringin, Tahun 2011..................... 30
11.
Tabel 4.7 Tingkat Ketimpangan Pendapatan Petani Sampel Berdasarkan...................... 32
Kriteria Bank Dunia di Desa Tanjung
Beringin, Tahun 2011
12.
Tabel 4.8 Penggolongan Tingkat Kemiskinan Petani Sampel Menurut........................... 33
Garis Kemiskinan Sajogyo (1988) di Desa
Tanjung Beringin, Tahun 2011
13.
Tabel 4.9. Penggolongan Tingkat Kemiskinan Petani Sampel......................................... 35
Menurut Garis Kemiskinan BPS (2010) di
Desa Tanjung Beringin, Tahun 2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Masalah
besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan)
distribusi pendapatan dan tingkat
kemiskinan.Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya
ketimpanganpendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan.Membiarkan
kedua masalah tersebut berlarut-larut
akan semakin memperparah keadaan,dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi
negatif terhadap kondisi sosial dan politik.Masalah kesenjangan pendapatan dan
kemiskinan tidak hanyadihadapi oleh negara sedang berkembang,
namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini.Perbedaannya terletak padaproporsi atau
besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinanyang terjadi, serta
tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi olehluas wilayah dan jumlah
penduduk suatu negara.Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat
kesulitan mengatasinya.
Para
ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan, yang
keduanya digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif tentang ketimpangan
distribusi pendapatan. Kedua ukuran tersebut adalah distribusi ukuran,yakni,
besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang dan
distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi.
Distribusi
ukuran pendapatan merupakan ukuran yang paling sering digunakan oleh para
ekonom.Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah pendapatan yang diterima
oleh setiap individu atau rumah tangga tanpa memperdulikan sumbernya. Ada tiga
alat ukur tingkat ketimpangan pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran,
yakni, Rasio
Kuznets,Kurva
Lorenz, dan Koefisien Gini (Sulastri, 2011).Kemiskinan berbeda dengan
ketimpangan distribusi pendapatan.Perbedaan ini sangat ditekankan karena
kemiskinan berkaitan erat dengan standar hidup yang absolut dari bagian
masyarakat tertentu, sedangkan ketimpanan pendapatan mengacu pada standar hidup
relatif dari seluruh masyarakat. Pada tingkat ketimpangan yang maksimum,
seluruh kekayaan hanya dimiliki oleh satu orang saja dan tingkat kemiskinan
sangat tinggi (Setiadi dan Kolip, 2011).
Kemiskinan
lazimnya digambarkan sebagai gejala kekurangan pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang pokok. Sekelompok anggota masyarakat dikatakan berada
dibawah garis kemiskinan jika pendapatan kelompok anggota masyarakat ini tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok, seperti, pangan,
pakaian, dan tempat tinggal.
Kemiskinan
merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa,sebagai inspirasi dasar dan
perjuangan akan kemerdekaan bangsa dan motivasi fundamental dari cita-cita
menciptakan masyarakat adil dan makmur (Adiputra, 2011).Dari hasil penelitian
Simanjuntak (2005) di Desa Tanjung Beringin,diketahui bahwa ada sekitar 83%
petani kopi yang memiliki pekerjaan sampingan diluar usahatani kopi.
Hal
ini disebabkan oleh berbagai faktor,antara lain,luas lahan yang dimiliki,kurangnya
modal,penguasaan terhadap bidang pekerjaan lain, hama penyakit yang sedang
menjangkit, kesempatan yang ada, dan semakin tinggi kebutuhan rumah tangga.
Pekerjaan sampingan ini memberikan pendapatan tambahan yang signifikan terhadap
total pendapatan petani, namun pendapatan dari usahatani kopi tetap menjadi
sumber pendapatan utama.
Usahatani
kopi memberikan kontribusi terbesar terhadap total pendapatan petani, yakni,
sebesar 77,28%. Sedangkan usahatani diluar usahatani kopi dan kegiatan
produktif lain diluar kegiatan usahatani masing-masing memberikan kontribusi
sebesar 6,08% dan 16,64% terhadap total pendapatan petani kopi.Desa Tanjung
Beringin adalah salah satu desa memiliki lahan perkebunan kopi Arabika yang
cukup luas di Kecamatan Sumbul. Sebagian besar penduduk di Desa Tanjung
Beringin ini bekerja sebagai petani kopi Arabika,baik petani buruh maupun
petani tauke (petani yang memiliki banyak lahan kopi Arabika dan menyuruh
petani buruh untuk mengelola lahannya).
Hal
ini diketahui berdasarkan data yang diperoleh dari kantor kepala Desa Tanjung
Beringin dimana dari total keluarga yang berjumlah 651 KK, ternyata terdapat
568 KK atau sekitar 87,25% yang bekerja sebagai petani kopi Arabika. Namun
bagaimana tingkat ketimpangan pendapatan dan tingkat kemiskinan petani kopi
Arabika di Desa Tanjung Beringin belum diketahui sehingga inilah yang menjadi
alasan penulis untuk melakukan penelitian di Desa Tanjung Beringin.
1.2.Perumusan Masalah
a.
Bagaimana keberagaman sumber pendapatan petani kopi Arabika serta
bagaimana kontribusi pendapatan dari
usaha tani kopi Arabika terhadap total pendapatan petani kopi Arabika didaerah
penelitian?
b.
Bagaimana tingkat ketimpangan distribusi pendapatan petani kopi Arabika
didaerah penelitian?
c.
Bagaimana tingkat kemiskinan dan jumlah petani kopi Arabika miskin di Desa
Tanjung Beringin?
1.3.Tujuan Penelitian
a.
Untuk mengetahui keragaman sumber pendapatan petani kopi Arabika dan tingkat
pendapatan petani dari usahatani kopi Arabika serta kontribusinya terhadap
total pendapatan petani kopi Arabika
didaerah penelitian?
b.
Untuk menganalisis tingkat ketimpangan distribusi pendapatan petani kopi
Arabika didaerah penelitian.
c.
Untuk menganalisis tingkat kemiskinan dan proporsi petani kopi Arabika
miskin didaerah penelitian.
1.4.Maksud Penelitian
Penelitian
ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan
serta melatih penulis untuk mengadakan riset mini. Riset mini diharapkan dapat
memberi gambaran mengenai penelitian kualitatif.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1. Pengertian Distribusi
Pendapatan
Distribusi
pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil
suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy, 1999). Menurut Irma Adelma dan
Cynthia Taft Morris (dalam Lincolin Arsyad, 1997) ada 8 hal yang menyebabkan
ketimpangan distribusi di Negara Sedang Berkembang:
1.Pertumbuhan
penduuduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita
2.Inflasi
dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional
dengan pertambahan produksi barang-barang
3.Ketidakmerataan
pembangunan antar daerah
4.Investasi
yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal, sehingga persentase
pendapatan modal kerja tambahan besar dibandingkan persentase pendapatan yang
berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah
5.Rendahnya
mobilitas social
6.Pelaksanaan
kebijakan industry substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga
barang hasil industry untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis
7.Memburuknya
nilai tukar bagi NSB dalam perdagangan dengan Negara- Negara maju, sebagi
akibat ketidak elastisan permintaan Negara-negara maju terhadap barang-barang
ekspor NSB
8.Hancurnya
industry kerajinan rakyat seperti pertukangan, industry rumah tangga, dan
lain-lain
Michael P. Todaro
dalam bukunya Pembangunan Ekonomi menjelaskan bahwa pembangunan dalam
perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang
mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat dan
institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi,
penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan.
2.2. Pengukuran Distribusi
Pendapatan
Ada
beberapa indikator untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan.
Berikut beberapa contohnya. 1.
Koefisien
Gini (Gini Ratio)
Koefisien
Gini biasanya diperlihatkan oleh kurva yang disebut Kurva Lorenz, seperti yang
diperlihatkan kurva di atas ini.Dalam Kurva Lorenz, Garis Diagonal OE merupakan
garis kemerataan sempurna karena setiap titik pada garis tersebut menunjukkan
persentase penduduk yang sama dengan persentase penerimaan pendapatan.
Koefisien Gini adalah perbandingan antara luas bidang A dan ruas segitiga OPE.
Semakin
jauh jarak garis Kurva Lorenz dari garis kemerataan sempurna, semakin tinggi
tingkat ketidakmerataannya dan sebaliknya.Pada kasus ekstrim, jika pendapatan
didistribusikan secara merata,semua titik akan terletak pada garis diagonal dan
daerah A akan bernilai nol.
Sebaliknya
pada ekstrem lain, bila hanya satu pihak saja yang menerima seluruh pendapatan,
luas A akan sama dengan luas segitiga sehingga angka koefisien Gininya adalah
satu (1).Jadi suatu distribusi pendapatan makin merata jika nilai koefisien
Gini mendekati nol (0). Sebaliknya, suatu distribusi pendapatan dikatakan makin
tidak merata jika nilai koefisien Gininya mendekati satu.
Koefisien
Gini (Gini Ratio) adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk
mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Rumus Koefisien Gini
adalah sebagai berikut:
dimana:
GR =
Koefisien Gini (Gini Ratio)
Pi =
frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i
Fi =
frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelaspengeluaran ke-i
Fi-1 =
frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelaspengeluaran
ke-(i-1)
Koefisien Gini didasarkan pada kurva Lorenz,
yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari
suatu variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform
(seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Untuk membentuk
koefisien Gini, grafik persentase kumulatif penduduk (dari termiskin hingga
terkaya) digambar pada sumbu horizontal dan persentase kumulatif pengeluaran
(pendapatan) digambar pada sumbu vertikal.
Ini menghasilkan kurva Lorenz seperti
yang ditunjukkan pada gambar. Garis diagonal mewakili pemerataan sempurna.
Koefisien Gini didefinisikan sebagai A/(A+B), dimana A dan B seperti yang
ditunjukkan pada grafik. Jika A=0 koefisien Gini bernilai 0 yang berarti
pemerataan sempurna, sedangkan jika B=0 koefisien Gini akan bernilai 1 yang
berarti ketimpangan sempurna.Namun, pengukuran dengan menggunakan Koefisien
Gini tidak sepenuhnya memuaskan.
Daimon
dan Thorbecke (1999) berpendapat bahwa penurunan ketimpangan (perbaikan
distribusi pendapatan) selalu tidak konsisten dengan bertambahnya insiden
kemiskinan, kecuali jika terdapat dua aspek yang mendasari inkonsistensi
tersebut.Pertama, variasi distribusi pendapatan dari kelas terendah meningkat
secara drastis sebagai akibat krisis. Kedua, merupakan persoalan metodologi
berkaitan dengan keraguan dalam pengukuran kemiskinan dan indikator
ketimpangan.Beberapa kriteria bagi sebuah ukuran ketimpangan yang baikmisalnya
sebagai berikut.
Ø Tidak
tergantung pada nilai rata-rata (mean independence). Ini berarti bahwa jika
semua pendapatan bertambah dua kali lipat,ukuran ketimpangan tidak akan
berubah. Koefisien Gini memenuhi syarat ini.
Ø Tidak
tergantung pada jumlah penduduk (population size independence). Jika penduduk
berubah, ukuran ketimpangan seharusnya tidak berubah, kondisi lain tetap
(ceteris paribus). Koefisien Gini juga memenuhi syarat ini.
Ø Simetris.
Jika antar penduduk bertukar tempat tingkat pendapatannya, seharusnya tidak
akan ada perubahan dalam ukuran ketimpangan. Koefisien Gini juga memenuhi hal
ini.
Ø Sensitivitas
Transfer Pigou-Dalton. Dalam kriteria ini, transfer pandapatan dari si kaya ke
si miskin akan menurunkan ketimpangan. Gini juga memenuhi kriteria ini.
Ukuran
ketimpangan yang baik juga diharapkan mempunyai sifat sebagai berikut.
Ø Dapat
didekomposisi
Hal ini berarti bahwa ketimpangan mungkin dapat
didekomposisi (dipecah) menurut kelompok penduduk atau sumber pendapatan atau
dalam dimensi lain. Indeks Gini tidak dapat didekomposisi atau tidak bersifat
aditif antar kelompok, yakni nilai total koefisien Gini dari suatu masyarakat
tidak sama dengan jumlah nilai indeks Gini dari sub-kelompok masyarakat
(sub-group).
Ø Dapat
diuji secara statistic
Seseorang
harus dapat menguji signifikansi perubahan indeks antar waktu. Hal ini
sebelumnya menjadi masalah, tetapi dengan teknik bootstrap interval (selang)
kepercayaan umumnya dapat dibentuk.
Tabel 2.1. Koefisien Gini
Nilai Gini Ratio
|
Tingkat Ketimpangan
|
< 0,35
|
Rendah
|
0,35 – 0,5
|
Sedang
|
> 0,5
|
Tinggi
|
2. Ukuran Bank Dunia
Bank Dunia mengukur ketimpangan distribusi pendapatan suatu negara
dengan melihat besarnya kontribusi 40% penduduk termiskin. Kriterianya dapat
dilihat pada tabel berikut.
Distribusi
Pendapatan
|
Tingkat
Ketimpangan
|
Kelompok 40%
termiskin pengeluarannya
< 12% dari
keseluruhan pengeluaran
|
Tinggi
|
Kelompok 40%
termiskin pengeluarannya
12%–17% dari
keseluruhan pengeluaran
|
Sedang
|
Kelompok 40%
termiskin pengeluarannya
> 17%
dari keseluruhan pengeluaran
|
Rendah
|
Distribusi pendapatan merupakan salah
satu aspek kemiskinan yang perlu dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran
kemiskinan relatif.Oleh karena data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran
distribusi pendapatan selama ini didekati dengan menggunakan data pengeluaran.
Dalam hal ini, analisis distribusi
pendapatan dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumah tangga
sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas. Dalam analisis, dapat
menggunakan dua ukuran untuk merefleksikan ketimpangan pendapatan yaitu Koefisien Gini (Gini Ratio) dan Ukuran Bank
Dunia.
Bank
Dunia mengelompokkan penduduk ke dalam tiga kelompok sesuai dengan besarnya
pendapatan: 40 persen penduduk dengan pendapatan rendah, 40 persen penduduk
dengan pendapatan menengah, dan 20 persen penduduk dengan pendapatan tinggi.
Ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan
penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40 persen terendah dibandingkan total
pendapatan seluruh penduduk.
Kategori ketimpangan ditentukan dengan menggunakan
kriteria seperti berikut.
·
Jika proporsi
jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap
total pendapatan seluruh penduduk kurang dari 12 persen dikategorikan ketimpangan
pendapatan tinggi.
·
Jika proporsi
jumlah pendapatan penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap
total pendapatan seluruh penduduk antara 12-17 persen dikategorikan ketimpangan
pendapatan sedang/menengah;
·
Jika proporsi
jumlah pendapatan penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap
total pendapatan seluruh penduduk lebih dari 17 persen dikategorikan
ketimpangan pendapatan rendah.
2.3.Pengertian
Kemiskinan
Kemiskinan
adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Banyak
juga pengertian kemiskinan menurut para ahli seperti:
1. BAPPENAS (1993)
Kemiskinan
adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si
miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan
yang ada padanya.
2. Levitan (1980)
Kemiskinan
adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk
mencapai suatu standar hidup yang layak.
3. Faturchman dan Marcelinus Molo (1994)
Kemiskinan
adalah ketidakmampuan individu dan atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya.
4. Ellis
(1994)
Kemiskinan
merupakan gejala multidimensional yang dapat ditelaah dari dimensi ekonomi,
sosial politik.
5. Suparlan (1993)
Kemiskinan
adalah suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat
kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan
standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
6. Reitsma dan Kleinpenning (1994)
Kemiskinan
adalah ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat
material maupun non material.
7. Friedman
(1979)
Kemiskinan
adalah ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan basis kekuasaan sosial,
yang meliptui : asset (tanah, perumahan, peralatan, kesehatan), sumber keuangan
(pendapatan dan kredit yang memadai), organisiasi sosial politik yang dapat
dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan bersama, jaringan sosial untuk
memperoleh pekerjaan, barang atau jasa, pengetahuan dan keterampilan yang
memadai, dan informasi yang berguna.
Masalah kemiskinan adalah masalah yang kompleks dan global. Di indonesia
masalah kemiskinan seperti tak kunjung usai. Masih banyak kita dapati para
pengemis dan gelandangan berkeliaran tidak hanya di pedesaan bahkan di
kota-kota besar seperti jakarta pun pemandangan seperti ini menjadi tontonan
setiap hari.
Kemiskinan
bisa dikelompokan dalam tiga kategori,yaitu kemiskinan absolut,kemiskinan
relatif dan kemiskinan cultural. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set
standar yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat (negara).
Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang
makan dibawah jumlah yang cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira
2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Bank Dunia
mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan
dibawah US$1 per hari.Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut
sebagai sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar
manusia, termasuk makanan, air minum yang aman,
fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi.
Seseorang
yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan,
namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.Menurut Bank Dunia,
kemiskinan relative adalah hidup dengan pendapatan dibawah US$2 per hari.
Kemiskinan kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok
masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun
ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
Meskipun
kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang
kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini
menghadirkan kaum tunawisma yang berkelana ke sana kemari dan
daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin.
2.4. Mengukur
Kemiskinan
1.
Garis Kemiskinan (GK), sumber data utama yang dipakai adalah data Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor.
Rumus Penghitungan:
GK = GKM + GKNM
è GK= Garis Kemiskinan
GKM= Garis Kemiskinan Makanan
GKNM= Garis Kemiskinan Non
Makan
Teknik penghitungan GKM:
Dimana:
GKMj = Garis
Kemiskinan Makanan daerah j.
Pjk = Harga
komoditi k di daerah j.
Qjk = Rata-rata
kuantitas komoditi k yang dikonsumsi di daerah j.
Vjk = Nilai
pengeluaran untuk konsumsi komoditi k di daerah j.
j = Daerah (perkotaan atau pedesaan)
2. Persentase
Penduduk Miskin, sumber data
utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel
Modul Konsumsi dan Kor.
Rumus Penghitungan
Dimana:
α = 0
z = garis kemiskinan
yi = Rata-rata
pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan
(i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
q = Banyaknya penduduk yang
berada di bawah garis kemiskinan
n = jumlah penduduk
3.Indeks
Kedalaman Kemiskinan, sumber data utama yang dipakai adalah data Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor.
Rumus Penghitungan:
Dimana:
α = 1
4.Indeks Keparahan Kemiskinan, sumber data utama yang
dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul
Konsumsi dan Kor. Rumus
Penghitungan:
Dimana: α = 2
2.5.Penyebab
Kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
Ø penyebab
individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Contoh dari perilaku dan
pilihan adalah penggunaan keuangan tidak mengukur pemasukan.
Ø penyebab
keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga. Penyebab
keluarga juga dapat berupa jumlah anggota keluarga yang tidak sebanding dengan
pemasukan keuangan keluarga.
Ø penyebab
sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan
sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. Individu atau
keluarga yang mudah tergoda dengan keadaan tetangga adalah contohnya.
Ø penyebab
agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk
perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh dari aksi orang lain lainnya adalah
gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Contoh lainnya
adalah perbudakan.
Ø penyebab
struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari
struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai
akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di
dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja
miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun
masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1.Metode Penentuan Daerah
Penelitian
Pada penelitian ini metode yang
digunakan untuk menentukan daerah penelitian adalah metode Two Stage Cluster
Sampling dengan berdasarkan dua tahapan. Pertama,mengumpulkan semua data
mengenai produksi kopi Arabika dari seluruh kabupaten di Provinsi Sumatera
Utara. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera
Utara tahun 2010, daerah penghasil kopi Arabika terbesar ialah
Kabupaten Dairi dengan produksi kopi
Arabika sebesar 10.031 ton selama tahun 2009. Kedua, mengumpulkan semua data
mengenai produksi kopi Arabika diseluruh kecamatan di Kabupaten Dairi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perkebunan Kabupaten Dairi tahun
2010, daerah penghasil kopi Arabika terbesar ialah Kecamatan Sumbul dengan produksi kopi Arabika sebesar
6.810 ton selama tahun 2009.
Kecamatan Sumbul terbagi kedalam 19 desa
dimana Desa Tanjung Beringin memiliki lahan perkebunan kopi Arabika yang cukup
luas dan sekitar 87,25% penduduknya yang bekerja sebagai petani kopi Arabika.
Hal inilah yang menjadi alasan penulis untuk memilih Desa Tanjung Beringin
sebagai daerah penelitian.
3.2.Metode
Penentuan Sampel
Metode yang digunakan dalam pengambilan
sampel ialah metode Simple Random Sampling dimana semua unsur dari populasi
petani kopi Arabika mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai
anggota sampel. Proses pemilihan sampel (n) dari populasi (N) dilakukan secara
random (acak). Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan rumus Slovin, yakni,
dimana,
n
= Ukuran sampel
N
= Ukuran populasi
d
= Presisi yang ditetapkan (15%)
Melalui
rumus Slovin diatas maka jumlah sampel (n) yang diambil berdasarkan
jumlah
populasi petani kopi Arabika (N) di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul
yang
berjumlah 568 petani kopi Arabika ditentukan sebagai berikut,
3.3. Metode Analisis Data
Untuk
menguji hipotesis a,pertama digunakan analisis deskriptif dengan cara
menjelaskan fakta di lapangan berdasarkan wawancara langsung dengan petani kopi
Arabika. Kedua, digunakan analisis penerimaan dan pendapatan petani sesuai
dengan rumus yang ditetapkan oleh Soekartawi (2002) sebagai berikut,
{
TR = Y . Py } dan { π = TR – TC }
dimana,
TR = Total penerimaan
yang diterima petani kopi Arabika (Rp.)
Y = Produksi kopi
Arabika (Kg)
Py = Harga jual kopi
Arabika per-kg (Rp.)
π = Pendapatan petani
kopi Arabika (Rp.)
TR = Total penerimaan
petani kopi Arabika (Rp.)
TC = Total biaya
produksi (Rp.)
Sedangkan untuk menghitung kontribusi
pendapatan dari usahatani kopi Arabika
terhadap
total pendapatan keluarga petani kopi Arabika dapat digunakan rumus berikut,
dengan,
KP
= Kontribusi Pendapatan Dari Usahatani Kopi Arabika (%)
π
= Pendapatan Dari Usahatani Kopi Arabika (Rp.)
πtot
= Total Pendapatan Keluarga Petani Kopi Arabika (Rp.)
Untuk menguji hipotesis b, digunakan dua
alat perhitungan tingkat ketimpangan
distribusi
pendapatan, yakni, indikator ketimpangan Gini Ratio dan kriteria Bank Dunia.
Untuk
menghitung besarnya nilai koefisien Gini (Gini Ratio) digunakan rumus berikut,
Dengan, GR
=
GR
= Angka Gini Ratio
fx
= Proporsi jumlah RT
Yi
= Proporsi jumlah pendapatan RT kumulatif
i
= Index yang menunjukkan no. sampel
Kategori
tingkat ketimpangan berdasarkan nilai dari koefisien Gini (Gini Ratio)
dibagi kedalam tiga kriteria sebagaimana
tertera pada tabel berikut ini, dengan,
GR = Angka Gini Ratio
fx = Proporsi jumlah RT
Yi = Proporsi jumlah pendapatan RT
kumulatif
i = Index yang menunjukkan no. sampel
Kategori tingkat ketimpangan berdasarkan nilai
dari koefisien Gini (Gini Ratio) dibagi kedalam
tiga kriteria sebagaimana tertera pada tabel berikut ini,Untuk menguji
hipotesis c, digunakan dua kriteria garis kemiskinan yakni, kriteria garis
kemsikinan menurut Sajogyo (1988) dan BPS (2010). Adapun kriteria mengenai
kedua indikator diatas dapat dilihat pada penjelasan berikut ini,
Indikator garis
kemiskinan menurut Sajogyo (1988)
a. Paling miskin, bila
konsumsi beras sebanyak < 180 kg/kapita/tahun
b. Miskin sekali, bila
konsumsi beras sebanyak 180–240 kg/kapita/tahun
c. Miskin, bila
konsumsi beras sebanyak 241–320 kg/kapita/tahun
d. Nyaris miskin, bila
konsumsi beras sebanyak 321–480 kg/kapita/tahun
e. Diatas garis
kemiskinan (tidak miskin), bila konsumsi beras sebanyak
> 480
kg/kapita/tahun.
Tabel 3.1Garis Kemiskinan
|
Menurut BPS
|
Untuk
|
Daerah
|
Perkotaan
|
dan
|
Perdesaan
(Kurun Waktu : Maret 2009 – Maret 2010).
|
Daerah / Tahun
|
Garis Kemiskinan
|
(Rp. / Kapita /
Bulan)
|
Makan
|
Bukan
|
Makanan
|
Total
|
Perkotaan
|
Maret 2009
|
155.909
|
66.214
|
222.123
|
Maret 2010
|
163.077
|
69.912
|
232.989
|
Perdesaan
|
Maret 2009
|
139.331
|
40.503
|
179.835
|
Maret 2010
|
148.939
|
43.415
|
192.354
|
Sumber : Badan Pusat
Statistik Tahun 2010.
|
Indikator garis
kemiskinan menurut BPS (2010)
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.
Distribusi Sumber Pendapatan Petani Kopi Arabika
Dari
hasil wawancara langsung dengan petani sampel diperoleh informasi bahwa mereka menekuni
berbagai cabang usaha lain yang
beragam diluar usahatani kopi Arabika
sebagai sumber pendapatan
utama, baik usahatani nonkopi
Arabika, maupun kegiatan produktif
lain diluar usahatani.Hal ini disebabkan oleh
berbagai faktor pendukung
seperti, luas lahan
yang dimiliki, modal, penguasaaan
terhadap bidang pekerjaan
tertentu, maupun kesempatan yang ada.
Distribusi sumber pendapatan yang ditekuni
petani sampel dapat diamati pada tabel berikut ini.
Tabel
4. 1.Distribusi Sumber Pendapatan Petani Sampel di Desa Tanjung Beringin,
Tahun
2011.
NO
|
Jenis Mata Pencaharian
|
Jumlah (jiwa)
|
Persentase(%)
|
1
|
Hanya Mengusahakan
Usahatani
|
3
|
7,14
|
Kopi Arabika (Tanpa
Sampingan)
|
|||
2
|
Usahatani Non-Kopi
Arabika
|
39
|
92,8
|
a. Usahatani Cabai
Hijau
|
22
|
38,92
|
|
b. Usahatani Cabai
Rawit
|
16
|
38,09
|
|
c. Usahatani Jagung
|
6
|
14,28
|
|
d.Usahatani Sawi Putih
|
12
|
28,57
|
|
e. Usahatani Tembakau
|
6
|
14,28
|
|
f. Usahatani Tomat
|
10
|
23,81
|
|
g. Usahatani Ubi Jalar
|
4
|
9,52
|
|
h. Usahatani Ubi Kayu
|
8
|
19,05
|
|
3
|
Kegiatan Produktif
Diluar Usahatani
|
14
|
42,8
|
a. Buruh Tani
|
4
|
9,52
|
|
b. Beternak
|
7
|
16,67
|
|
c. Berdagang
|
4
|
9,52
|
|
d. Usaha Jasa
|
4
|
9,52
|
SUMBER:Analisis data primer
4.2.Analisis Pendapatan Dari
Usahatani Kopi Arabika
Pendapatan
usahatani merupakan selisih dari total penerimaan yang diperoleh petani dengan
jumlah biaya produksi selama proses produksi berlangsung. Seperti diketahui
bahwa sebagian dari penerimaan yang diperoleh petani dari usahataninya merupakan
pengembalian atas biaya yang dikeluarkan petani dalam penggunaan faktor-faktor
produksi dan sisanya disebut pendapatan yang diperoleh petani dari usaha tani
Harapan
petani ialah penerimaan tersebut paling tidak sama dengan biaya produksi yang
telah dikeluarkan sehingga usahataninya tidak merugi. Pada berikut ini
diperlihatkan rata-rata pendapatan petani sampel dari usahatani kopi Arabika
didaerah penelitian.
Tabel
4.2.Rata-rata Pendapatan Petani Sampel dari Usahatani Kopi Arabika Selama Tahun
2011 di Desa Tanjung Beringin.
No
|
Bentuk Produksi
|
Kategori Pendapatan
|
Rata-Rata Pendapatan
|
1
|
Biji Merah
|
Per-Petani
|
Rp.10.623.851,92
|
Per-Hektar
|
Rp.17.246.957,52
|
||
2
|
Biji Putih
|
Per-Petani
|
Rp.23.537.518,28
|
Per-Hektar
|
Rp36.568.104,83
|
Sumber:Analisis Data
Primer
Dari
tabel4.2 dapat disimpulkan bahwa untuk kategori pendapatan per-petani,
rata-rata pendapatan petani sampel yang memproduksi biji merah selama tahun
2011 ialahRp.10.623.851/tahun.Sedangkan rata-rata pendapatan petani sampel yang
memproduksibiji putih ialah Rp.23.537.518/tahun.
Untuk kategori
pendapatan per-hektar, rata-ratapendapatan petani sampel yang
memproduksi biji merah
ialah
Rp.17.246.957/tahun.Sedangkan
rata-rata pendapatan petani
sampel yang memproduksi biji putih
selama ialah Rp.36.568.104/tahun. Sebagai perbandingan dapat kita amati
rata-rata keseluruhanpendapatan petani sampel tanpa melihat bentuk produksi
biji kopi pada tabel berikut ini,
Tabel
4.3.Rata-Rata Keseluruhan Pendapatan Petani Sampel dari Usahatani Kopi
Arabika
Selama Tahun 2011 di Desa Tanjung Beringin.
No
|
Kategori Pendapatan
|
Rata-Rata Pendapatan
Pertahun(Rp)
|
Rata-Rata Pendapatan
Perbulan(RP)
|
1
|
Per-Petani
|
Rp.19.540.431,07
|
Rp.1.628.369,26
Rp.1.628.369,26 |
2
|
Per-Hektar
|
Rp.30.587.749,71
|
Rp.2.548.979,14
|
TOTAL PENDAPATAN 42
PETANI SAMPEL
|
Rp.820.698.105,00
|
Sumber:Analisis Data
Primer
Dari
tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa untuk kategori pendapatan per-petani, selama tahun
2011 rata-rata keseluruhan pendapatan petani dari usahatani kopi Arabika ialah Rp.19.540.431.
Sedangkan, untuk kategori pendapatan per-hektar, rata-rata keseluruhan pendapatan
petani dari usahatani kopi Arabika ialah Rp.30.587.749.
4.3. Kontribusi Pendapatan Dari
Usahatani Kopi Arabika Terhadap Total Pendapatan Petani
Kopi Arabika
Dari
hasil penelitian diperoleh informasi bahwa selain mengusahakan usahatani kopi
Arabika, petani sampel juga mengusakan usahatani nonkopi Arabika, seperti, usahatani
cabai hijau, cabai rawit, jagung, sawi putih, tembakau, tomat, ubi jalar, ubi kayu.
Disamping itu, petani sampel juga menekuni usaha lain diluar kegiatan
usahatani, seperti, buruh tani, beternak, berdagang, dan memiliki usaha jasa.
Hal ini disebabkan oleh tuntutan hidup petani sampel dalam meningkatkan taraf
hidup keluarga sementara kebutuhan keluarga semakin kompleks.
Tabel
4.4.Kontribusi Masing-Masing Sumber Pendapatan Petani Sampel Terhadap Total
Pendapatan Petani Sampel Selama Tahun 2011 di Desa Tanjung Beringin.
No
|
Jenis Mata Pencaharian
|
Rata-Rata
Pendapatan(RP)
|
Persentase (%)
|
1
|
Usahatani Kopi Arabika
|
Rp.19.540.431,07
|
65,68
|
2
|
Usahatani Non-Kopi
Arabika
|
Rp.7.704.383,33
|
25,9
|
a.Usaha Tani Cabai
Hijau
|
Rp.3.389.083,33
|
11,4
|
|
b.Usaha Tani Cabai
Rawit
|
Rp.1.368.595,24
|
4,6
|
|
c.Usaha Tani Jagung
|
Rp.195.238,10
|
0,65
|
|
d.Usaha Tani Sawi
Putih
|
Rp.533.380,95
|
1,8
|
|
e.Usaha Tani Tembakau
|
Rp.1.426.190,48
|
4,8
|
|
f.Usaha Tani Tomat
|
Rp.346.452,38
|
1,16
|
|
g.Usaha Tani Ubi Jalar
|
Rp.102.619,05
|
0,34
|
|
h.Usaha Tani Ubi Kayu
|
Rp.342.823,81
|
1,15
|
|
3
|
Kegiatan Produktif
Diluar Usahatani
|
Rp.2.503.766,67
|
8,42
|
a.buruh
|
Rp.73.928,57
|
0,25
|
|
b.beternak
|
Rp.1.818.226,19
|
6,11
|
|
c.Berdagang
|
Rp.400.016,67
|
1,35
|
|
d.Usaha Jasa
|
Rp.211.595,24
|
0,71
|
|
Rata-Rata Total
Pendapatan
|
Rp.29.748.581,07
|
100
|
Sumber:Analisis Data
Primer
4.4. Tingkat Ketimpangan Pendapatan
Petani Kopi Arabika
A.Berdasarkan Nilai
Koefisien Gini (Gini Ratio) dan Kurva Lorenz
Nilai
koefisien Gini yang menggambarkan tingkat ketimpangan pendapatan dari 42 petani
sampel di Desa Tanjung Beringin dapat dilihat pada tabel berikut ini,
Tabel
4.5 Nilai Koefisien Gini (Gini Ratio) Petani Sampel di Desa Tanjung Beringin,
Tahun 2011.
Uraian
|
Total Pendptn
|
Kum,Pndaptan
|
kum(Yi+yi-1)
|
petani (%Xi)
|
[%Xi]×Kum.
|
petani/tahun(yi)
|
(Kum %yi)
|
[% (Yi+Yi-1)]
|
|||
Terendah
|
Rp.6.213.740
|
1%
|
0,50%
|
2,38%
|
0,01%
|
Tertinggi
|
Rp.89.232.975
|
100,00%
|
192,86%
|
2%
|
4,49%
|
Jumlah
|
Rp.1.249.440.405
|
1405,16%
|
2710,32%
|
100%
|
64,53%
|
Koefisien Gini
|
1 – 64,53% = 35,47% =
0,36
|
||||
(Gini Ratio)
|
Sumber:Analisis Data
Primer
Dari
tabel 4.5 diketahui bahwa nilai
koefisien Gini untuk distribusi pendapatan petani sampel di Desa Tanjung
Beringin pada tahun 2011 ialah sebesar 0,36. Jika mengacu pada tabel 2.1,
halaman 10, maka diketahui bahwa tingkat ketimpangan pendapatan petani sampel
berada dalam kategori menengah. Selanjutnya koefisien Ginidapat pula dijelaskan
melalui grafik kurva Lorenz yang terbagi atas 2 sumbu dimana sumbu horisontal
menggambarkan % kumulatif petani sampel, sedangkan sumbu vertikal menyatakan %
kumulatif dari total .
Disamping itu, grafik kurva Lorenz juga memiliki garis linear yang
disebut dengan garis pemerataan. Untuk lebih jelasnya lagi mengenai grafik
kurva Lorenz didaerah penelitian dapat dilihat pada grafik kurva Lorenz Di
atas.diketahui
bahwa sekitar 20% dari jumlah petani sampel yang memiliki pendapatan terendah
hanya menerima 6,95% bagian dari keseluruhan total pendapatan. Selanjutnya 40%
petani sampel yang juga memiliki pendapatan terendah menerima 19,26% bagian
dari keseluruhan total pendapatan.
|
Garis Pemerataan
|
2
|
.
|
9
|
6
|
%
|
6
|
.
|
9
|
5
|
%
|
1
|
3
|
.
|
4
|
5
|
%
|
1
|
9
|
.
|
2
|
6
|
%
|
2
|
5
|
.
|
5
|
6
|
%
|
3
|
3
|
.
|
2
|
2
|
%
|
Kurva Lorenz
|
4
|
2
|
.
|
0
|
0
|
%
|
5
|
7
|
.
|
4
|
8
|
%
|
7
|
5
|
.
|
3
|
2
|
%
|
0
|
.
|
0
|
0
|
%
|
1
|
0
|
.
|
0
|
0
|
%
|
2
|
0
|
.
|
0
|
0
|
%
|
3
|
0
|
.
|
0
|
0
|
%
|
4
|
0
|
.
|
0
|
0
|
%
|
5
|
0
|
.
|
0
|
0
|
%
|
6
|
0
|
.
|
0
|
0
|
%
|
7
|
0
|
.
|
0
|
0
|
%
|
8
|
0
|
.
|
0
|
0
|
%
|
9
|
0
|
.
|
0
|
0
|
%
|
1
|
0
|
0
|
.
|
0
|
0
|
%
|
0
|
.
|
0
|
0
|
%
|
1
|
0
|
.
|
0
|
0
|
% 20.00% 30.00%
40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% 100.00%
|
%
|
Ku
|
m
|
u
|
l
|
a
|
t
|
i
|
f
|
Pe
|
n
|
d
|
a
|
p
|
a
|
t
|
a
|
n
|
Sumber : Analisis
Data Primer.
|
B. Berdasarkan Kriteria
Bank Dunia (World Bank)
Pada penelitian ini selain menggunakan
media perhitungan dengan koefisien Gini,peneliti juga menggunakan kriteria
tingkat ketimpangan yang ditetapkan Bank Dunia.Tingkat ketimpangan dengan
kriteria Bank Dunia diukur dengan menghitung prosentase kumulatif pendapatan
dari 40% petani sampel yang berpendapatan terendah,kemudian membandingkannya
dengan prosentase kumulatif keseluruhan total pendapatan petani sampel. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini,
NO
|
Kelompok Petani
|
Jumlah Kumulatif
|
Jumlah Kumulatif
|
Persentase
|
Sampel
|
Petani(jiwa)
|
Pendapata(RP)
|
kmlatif Pndpatan
|
|
1
|
40% Berpendapatan
Terendah |
17
|
Rp.240.645.390,00
|
19,26
|
2
|
40% Berpendapatan
Menengah |
17
|
Rp.477.535.140,00
|
38,22
|
3
|
20% Berpendapatan
Tertinggi |
8
|
Rp.531.259.875,00
|
42,52
|
Jumlah
|
42
|
Rp.1.249.440.405,00
|
100
|
|
12% Dari Jumlah
Pendapatan Rp. 149.932.848,60
|
||||
17% Dari Jumlah
Pendapatan Rp. 212.404.868,85
|
Sumber : Analisis Data Primer.
Tabel
4.7Tingkat Ketimpangan Pendapatan Petani Sampel Berdasarkan Kriteria Bank Dunia
di Desa Tanjung Beringin, Tahun 2011.
Untuk
melihat tingkat ketimpangan distribusi pendapatan petani sampel di Desa Tanjung
Beringin maka yang harus diperhatikan ialah jumlah kumulatif pendapatan yang
diterima oleh kelompok 40% petani berpendapatan terendah. Dimana pada
penelitian ini kelompok tersebut menguasai keseluruhan total pendapatan sebesar
Rp.240.645.390 atau sekitar 19,26%. Jika mengacu pada tabel 2, halaman 6, maka
dapat disimpulkan bahwa tingkat ketimpangan distribusi pendapatan petani sampel
menurut Bank Dunia termasuk dalam kategori rendah karena kelompok 40% petani
yang berpendapatan terendah menguasai lebih dari 17% jumlah keseluruhan
pendapatan petani sampel di Desa Tanjung Beringin.
4.5. Tingkat Kemiskinan dan Jumlah
Petani Kopi Arabika Miskin
A. Berdasarkan Garis
Kemiskinan Sajogyo (1988)
Menurut garis kemiskinan Sajogyo (1988)
agar keluarga petani sampel didaerah penelitian disebut “Tidak Miskin” maka
petani sampel harus memiliki rata-rata pendapatan minimal sebesar
Rp.13.040.625/thn. Nilai tersebut diperoleh dengan mengalikan tiga faktor yang
mempengaruhi tingkat kemiskinan petani sampel menurut Sajogyo (1988), yakni,
batas minimal konsumsi beras untuk kategori daiatas miskin (321 kg), harga
beras per-kg yang berlaku pada saat penelitian (Rp.8.125), dan rata-rata jumlah
anggota keluarga yang ditanggung petani sampel (5 orang).
Selanjutnya untuk lebih memahami lagi
mengenai penggolongan tingkat kemiskinan dan jumlah petani sampel miskin
berdasarkan kriteria garis kemiskinan Sajogyo (1988) dapat diamati pada tabel
berikut ini,
Tabel
4.8 Penggolongan Tingkat Kemiskinan Petani Sampel Menurut Garis Kemiskinan
Sajogyo (1988) di Desa Tanjung Beringin, Tahun 2011.
NO
|
Kategori
|
batas konsumsi beras
|
Jumlah Keluarga
|
Presentase
|
tnkt kemisknan
|
(kg/kapit/Tahun)
|
Petani Sampel
|
||
(kk)
|
||||
1
|
Paling Miskin
|
< 180
|
1
|
2,38
|
2
|
Miskin Sekali
|
180 – 240
|
1
|
2,38
|
3
|
Miskin Sekali
|
241 – 320
|
7
|
16,67
|
4
|
Nyaris Miskin
|
321 – 480
|
11
|
26,19
|
5
|
Tidak Miskin
|
> 480
|
12
|
52,38
|
Jumlah
|
42
|
100
|
Sumber
: Analisis Data Primer.
Dari tabel 4.8 diatas diketahui bahwa
jumlah petani sampel yang berada dibawah garis kemiskinan ialah sebanyak 9 KK
atau sekitar 21,43%. Jumlah ini diperoleh dari kategori paling miskin, kategori
miskin sekali, dan kategori miskin.
B.Berdasarkan Kriteria
BPS (2010)
Sejak tahun 2003, BPS setiap tahunnya
selalu mengeluarkan batasan pendapatan per-kapita per-bulan serta dibedakan
antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Hal ini dikarenakan sejak tahun 2003,
BPS selalu mengumpulkan data Susenas Panel Modul Konsumsi setiap bulan februari
atau maret.
Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan
garis kemiskinan BPS tahun 2010 untuk wilayah perdesaan yang mengukur batasan
minimum pendapatan sebesar Rp.192.354/kapita/bulan (sesuai dengan tabel 3.1).
Dengan kata lain, keluarga petani yang tergolong miskin ialah petani yang
memiliki pendapatan per-kapita per-bulan dibawah Rp.192.354 dan begitu pula sebaliknya.
Pada tabel berikut ini akan dijelaskan mengenai tingkat kemiskinan dan jumlah
petani sampel miskin didaerah penelitian.
Tabel
4.9. Penggolongan
Tingkat Kemiskinan Petani Sampel Menurut Garis Kemiskinan BPS (2010) di Desa
Tanjung Beringin, Tahun 2011.
No
|
Kategori
|
Batasan Pendapatan
|
Jumlah Keluarga
|
Persentase
|
tingkat kemiskinan
|
RP/Kapita/Bulan
|
Sampel(KK)
|
(%)
|
|
1
|
Miskin
|
< Rp.192.354,00
|
7
|
16,67%
|
2
|
Tidak Miskin
|
≥ Rp.192.354,00
|
35
|
83,33%
|
Jumlah
|
42
|
100%
|
Sumber
: Analisis Data Primer.
Melalui tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa
dari 42 petani sampel yang diteliti pada penelitian ini, jumlah petani sampel
yang dikategorikan miskin adalah sebanyak 7 KK atau sekitar 16,67%. Sedangkan
jumlah petani sampel selebihnya, yakni, sebanyak 35 KK atau sekitar 83,33%
dikategorikan tidak miskin.
BAB
V
PENUTUP
A.KESIMPULAN
1. Selain
menjadikan usaha tani kopi Arabika sebagai sumber mata pencaharian utama,
petani sampel juga menekuni berbagai cabang usaha lain sebagai sumber mata
pencaharian tambahan, seperti, usahatani nonkopi Arabika dan kegiatan produktif
lain diluar usahatani. Pendapatan petani sampel dari usahatani kopi Arabika
mampu memberikan kontribusi terbesar terhadap total pendapatan petani selama
tahun 2011, yakni, sebesar 65,68%.
2. Tingkat
ketimpangan distribusi pendapatan petani sampel menurut indikator koefisien
Gini (Gini Ratio) berada dalam kategori menengah dengan nilai Gini Ratio
sebesar 0,36. Sedangkan menurut indikator Bank Dunia (World Bank), tingkat
ketimpangan distribusi pendapatan petani sampel berada dalam kategori rendah
karena kelompok 40% petani yang berpendapatan terendah menguasai lebih dari 17%
jumlah keseluruhan pendapatan petani, yakni, sebesar 19,26%.
3. Menurut
kriteria garis kemiskinan Sajogyo (1988), jumlah petani kopi Arabika miskin di
Desa Tanjung Beringin selama tahun 2011 ialah sebanyak 9 keluarga atau sekitar
21,43%. Sementara itu menurut kriteria garis kemiskinan BPS (2010), jumlah
petani kopi Arabika miskin di Desa Tanjung Beringin selama tahun 2011 ialah
sebanyak 7 keluarga atau sekitar 16,67%, sedangkan selebihnya sebanyak 35
keluarga atau sekitar 83,33% berada dalam kategori tidak miskin.
3.
B.SARAN
Diharapkan kepada petani kopi Arabika di
Desa Tanjung Beringin agar lebih memperhatikan pemeliharaan tanaman kopi Arabika,
seperti pemangkasan dan pembersihan lahan perkebunan. Sistem pemangkasan yang
baik ialah dengan cara memangkas pucuk tanaman kopi Arabika agar tanaman tidak
tumbuh terlalu tinggi sehingga bisa memberikan kesempatan bagi cabang-cabang
primer dan sekunder untuk memanjang kesamping.
Ini bertujuan agar proses pemanenan tidak
sulit dijangkau serta pertumbuhan buah kopi dapat berjalan optimal. Selain itu,
sistem pemangkasan juga perlu dilakukan terhadap tanaman yang memiliki pertumbuhan
terlalu cepat karena pertumbuhan yang terlalu cepat dapat mengganggu tanaman
lainnya akibat terlalu rimbun atau lebat.
DAFTAR PUSTAKA
o
Todaro,M.P.dan Stephen C.S.2006.Pembangunan Ekonomi,Surabaya:Penerbit
Erlangga,Jilid 1.
o
Simanjuntak,
Irwan. 2005.Analisis Pendapatan Keluarga
Petani Kopi Ditinjau Dari Garis Kemiskinan. Skripsi Program Studi
Agribisnis, Depatemen Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Medan.
o
http://kumpulantugasmakalahekonomi.blogspot.com/2013/03/makalah-ekonomi-pembangunan-ketimpangan.html
o
BPS
Kabupaten Dairi (2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar